Survei Kepatuhan 2018, OKI Raih Predikat Hijau

Kepala Ombudsman Perwakilan Sumsel M Adrian Agustiansyah (Foto: Kurniawan/Pelitasumatera)

Pelitasumatera.com, PALEMBANG – Dari tujuh kabupaten/kota di Sumatera Selatan yang dilakukan survei kepatuhan Ombudsman Republik Indonesia selama 2018, hanya Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) yang mendapatkan predikat hijau.

Hal ini berdasarkan survei kepatuhan sesuai dengan UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dilaksanakan serentak seluruh Indonesia, sejak Mei hingga Juli 2018 dengan menilai 9 kementerian, 4 lembaga negara, 16 provinsi, 199 kabupaten dan 49 kota.

“Di Sumsel tahun ini ada 7 daerah yang dinilai yakni Kota Prabumulih, Kabupaten Lahat, OKI, OKU, Muba, Muara Enim, dan Pagaralam, hasilnya hanya OKI yang meraih predikat hijau, selainnya kuning semua,” kata Kepala Ombudsman Perwakilan Sumsel M Adrian Agustiansyah, Rabu (12/12/2018).

Ia menjelaskan, dengan demikian di Provinsi Sumsel baru ada empat yang mendapat predikat hijau dalam survei kepatuhan, yakni Pemprov Sumsel, Kota Palembang, Lubuklinggau dan Kabupaten OKI.

“Tentu ini tugas berat bersama, kami terus mendorong kabupaten/kota lainnya kedepan bisa meraih predikat hijau terhadap penilaian 14 standar minimal pelayanan publik sesuai dengan UU No. 25 Tahun 2009,” ujar dia.

Lebih lanjut Adrian mengatakan, standar penilaian yang digunakan Ombudsman RI menggunakan simbol predikat warna hijau, kuning dan merah. Zona merah berarti memperoleh nilai 0 – 50, zona Kuning nilai 51-80, dan zona hijau nilai 81-100, secara nasional tahun 2018 yang memperoleh predikat kepatuhan tertinggi kategori kabupaten diraih Kabupaten Ciamis dengan nilai 99.96.

“Kami optimis pemerintah kabupaten/kota di Sumsel bisa segera berbenah untuk menuju zona hijau, sesuai visi gubernur yang sangat konsen terhadap perbaikan mutu layanan publik di Sumsel,” bebernya.

Mengenai pelayanan publik sendiri, untuk sementara hasil data survei itu, masih sebatas dilihat standar secara fisik. Seperti kejelasan pelayanan yang diberikan pada dinas tersebut, kejelasan syarat prosedur di tempat pelayaanan, kelayakan tempat, ruang tunggu, toilet, hingga tempat pelayanan khusus penyandang disabilitas.

“Keinginan kami, semua harus masuk standar. Layaknya pelayanan yang diberikan pada kantor-kantor bank. Jadi selain fasilitas penujangnya baik, kualitas SDM yang dimiliki juga harus baik. Harus ramah, dan senyum dalam tutur sapa,” pungkasnya.

Penulis: Kurniawan