Pelitasumatera.com, JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) prihatin dengan masih adanya kepala daerah yang terkena Operasi Tangkat Tangan (OTT) oleh penegak hukum, termasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kemendagri menilai tindakan kepala daerah yang tersangkut kasus jual beli jabatan merupakan tindakan memalukan.
“Memalukan masih ada saja kepala daerah yang terkena OTT (Operasi Tangkap Tangan), apalagi kasus jual beli jabatan,” kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Bahtiar di Jakarta, Sabtu (27/7).
Pernyataan tersebut disampakan Bahtiar menyusul penangkatan Bupati Kudus, Jawa Tengah, Mohamad Tamzil, dalam OTT KPK terkait jual beli jabatan di daerahnya, Jumat (26/7) kemarin.
Menurut Kapuspen, Kemendagri selalu mengingatkan kepada daerah untuk menjauhi area rawan korupsi.
“Kita sering ingatkan, apalagi Pak Menteri (Mendagri, Tjahjo Kumolo) gencar meningkatkan agar kepala daerah menjauhi area rawan korupsi, bahkan kalau Gubernur setiap baru dilantik selalu kita bawa ke KPK, sebagai pengingat jangan sampai berkasus di KPK,” ungkap Bahtiar.
Area rawan korupsi tersebut, antara lain perencanaan anggaran, dana hibah dan dana bansos, berkaitan dengan pajak dan retribusi daerah, menyangkut pengadaan barang dan jasa, dan menyangkut jual beli jabatan. Tak hanya itu, Korsupgah (Koordinasi dan Supervisi Bidang Pencegahan) KPK di tingkat daerah juga telah dioptimalkan. Namun , kembali pada individu masing-masing.
“Kita sering ingatkan untuk jauhi area rawan korupsi, pencegah juga melalui Korsupgah di daerah juga ada, tinggal tergantung integritas masing-masing,” ujar Bahtiar.
Sebagaimana diketahui KPK telah menangkap Bupati Kudus Mohamad Tamzil dan delapan orang lainnya dalam operasi tangkap tangan (OTT), Jumat (26/7). KPK menduga akan terjadi transaksi suap terkait pengisian jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kudus.
Meski demikian, KPK masih memiliki waktu 1X24 jam untuk menentukan status hukum dari pihak-pihak yang diamankan. Kita hormati proses hukum silahkan berjalan sebagaimana mestinya, dengan tetap menggunakan azas praduga tak bersalah hingga ada keputusan peradilan berkekuatan hukum tetap. (setkab)