Pelitasumatera.com, KAYUAGUNG – Kebakaran Hutan dan Lahan di Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan saat ini masih terjadi. Dampaknya polusi udara dengan jarak pandang yang sangat terbatas, hingga terganggunya kesehatan masyarakat.
Berbagai usaha dilakukan pemerintah untuk mencegah dan memadamkan titik api serta tak sedikit pula relawan yang turut membantu untuk menangani masalah kebakaran hutan dan lahan.
Kamis (17/10) kebakaran lahan juga terjadi di Lebak Nyale Desa Perigi Talang Nangka Kecamatan Pangkalan Lampam Kabupaten OKI.
Pemandangan tak biasa tampak ketika beberapa wanita yang tergabung dalam masyarakat peduli api (MPA) bersama satgas terkait terlihat sangat sigap memadamkan api yang melahap lahan gambut di wilayah itu.
Mereka Ramitha (20), Rika (29) relawan masyarakat peduli api (MPA) setempat. Tidak terbesit bagi perempuan sebaya mereka untuk memadamkan api di lahan gambut.
Bahkan, jika harus memilih, tentu lebih baik melakukan perawatan di salon kecantikan, atau duduk di rumah sambil bermain gawai.
Para wanita pemberani ini tidak hanya berperan di balik layar membantu logistik tim pemadam api, namun mereka terjun langsung ke titik kebakaran, mengoperasikan mesin pompa air di area terbakar, dan memadamkan api.
Hal tersebut tentu saja tidak tanpa risiko mengingat area lahan gambut yang terbakar memungkinkan api membesar bahkan lahan gambut bisa saja membuat kaum hawa ini terperosok ke dalam bara api yang siap membakar kaki mereka.
Keikutsertaan para srikandi pemadam api ini didasari kesadaran dan rasa malu jika lahan di desa mereka terbakar dan asapnya dihirup oleh warga lain.
“Rasanya bersalah jika di dusun kita terbakar makanya kami selalu siap dipanggil jika ada kebakaran lahan.” ujar Shinta, salah satu dari mereka.
Shinta menungkapkan sudah bergabung di MPA sejak tahun 2015. Dia juga mengaku sudah beberapa kali dia mengikuti pelatihan pemadaman baik yang diselenggarakan oleh Pemda OKI maupun NGO.
Semula, menurut Shinta dia dan kawan-kawan perempuannya diberi tugas menangani logistik para petugas lapangan yang semuanya laki-laki. Namun tak butuh waktu lama bagi Shinta untuk ikut terjun berjibaku menghadang api.
Ia melakoni pekerjaan berat keluar masuk hutan, memanggul alat berat, menjinakkan api.
Shinta mengakui keterbatasan fisiknya dibanding rekan-rekan lelakinya. Namun itu tak jadi soal, sebab mereka berbagi beban.
“Kalau memanggul alat, kami yang perempuan membawa perlengkapan macam selang air. Sementara alat-alat yang lebih berat dibawa lelaki.” katanya.
Lain lagi Rika (29) perempuan yang sehari-hari menjadi pengajar di PAUD Bunda Desa Talang Nangka. Kodratnya sebagai perempuan menurut dia bukan halangan untuk berbuat baik.
“kami ingin menunjukkan bahwa perempuan juga bisa, kami tidak pernah takut yang penting di desa kami jangan ada api,” tungkasnya.
Rika menceritakan serunya bertugas dilapangan bersama tim pemadam api. Dia merasa menemukan keluarga baru serta terikat kebersamaan dengan tim pemadam Karhutbunlah yang terdiri dari Unsur TNI/Polri, BPBD dan RPK
“Kadang mereka juga kasian sama kami, kami dihibur disuruh kerjakan yang ringan-ringan saja tapi kami juga ingin melakukan apa yang dilakukan petugas laki-laki,” tuturnya.
Besar-kecil bukan soal menurut Rika, juga perempuan-lelaki. Karena esensi yang sesungguhnya adalah kerja sama mereka dalam memadamkan kobar api.
Kepada masyarakat Rika juga berpesan untuk menjaga kelestarian lingkungan dengan tidak membakar hutan dan lahan bahkan menurut dia kesadaran dini itu sudah dia tanamkan pada anak-anak didiknya di PAUD.
Khusus kepada para remaja perempuan Rika juga mengajak untuk menjadi wanita yang tangguh tidak hanya sibuk nyinyir di meda sosial tapi memberi kerja nyata untuk masyarakat.
“Cantik itu tidak hanya yang terlihat diluar, masih banyak orang yang melihat kecantikan itu dari dalam, yang penting apa kita bisa berbuat untuk orang banyak,” pesannya. (leo)