Dishub Kota Palembang Disinyalir Belum Miliki Perda Tarif Pemungutan Retribusi Jasa Armada

Palembang (PS) Seperti yang dikutip, dari LHP BPK RI tahun 2018 bahwa Pemungutan Retribusi Pelayanan Jasa Kepelabuhan Tidak Ditetapkan dengan Peraturan Daerah, Pemerintah Kota Palembang menganggarkan pendapatan Retribusi Pelayanan Jasa Kepelabuhan sebesar Rp.1.969.200.000,00 dan telah direalisasikan sampai dengan 31 Desember 2017 sebesar Rp.3.441.153.840,00atau 174,75% dari anggaran.

Pendapatan tersebut merupakan pendapatan atas pelayanan jasa kepelabuhan dan pelayanan penyeberangan orang/barang di beberapa UPTD Dinas Perhubungan Kota Palembang  dengan rincian sebagai berikut.

1 UPTD Tg.Buntung Rp 24.355.000,00

2 UPTD 16 ilir Rp 205.725.000,00

3 UPTD Sei.Lais Rp 49.000.000,00

4 UPTD Jakabaring Rp 27.537.000,00

5 UPTD Pelabuhan Rp 35 ilir 2.078.000,00

6 Sertifikat Pengujian Kendaraan diatas air Rp 8.400.000,00

7 Sewa Kapal Rp 20.250.000,00

8 Jasa Armada (Pihak III) Rp 2.873.466.640,00

9 Sewa Lahan/ Ruangan Rp 225.455.200,00

10 Sewa Perairan/ Pelabuhan Rp 33.537.000,00

Dari pemeriksaan atas dokumen Pendapatan Retribusi Jasa Armada yang merupakan bagian dari Pendapatan Retribusi Pelayanan Jasa Kepelabuhan, diketahui bahwa nilai pemungutan Retribusi Jasa Armada tidak ditetapkan dengan peraturan daerah, melainkan dengan surat perjanjian.

Retribusi Jasa Armada merupakan pemungutan retribusi kepada PT Jasa Armada Indonesia (PT JAI) Wilayah Operasi II Palembang atas jasa penundaan kapal dan/atau tongkang yang melewati Jembatan Ampera dan Jembatan Musi II.

Pelaksanaan pemungutan retribusi Tahun 2017 berdasarkan surat perjanjian antara Pemerintah Kota Palembang dengan PT JAI Nomor 20.a/SPJ/DISHUB/2016 dan Nomor HK.55/26/08.2/MS-16 tanggal 1 November 2016 tentang Pemungutan dan Penyetoran Biaya tambahan atas Jasa Penundaan Kapal yang

melewati Jembatan Ampera dan Jembatan Musi II. Jangka waktu perjanjian terhitung sejak 1 November sampai dengan 31 Oktober 2017.

Sesuai dengan perjanjian, biaya yang dikenakan kepada PT JAI sebesar 15% di atas tarif jasa penundaan kapal dan/atau tongkang pelabuhan umum Palembang.

Berdasarkan keterangan Kepala Seksi Prasarana Laut dan Sungai Dishub Kota Palembang diketahui bahwa perhitungan biaya yang dibayarkan kepada Pemerintah Kota Palembang dilakukan oleh PT JAI. Dishub Kota Palembang hanya menerima laporan perhitungan setiap bulan dan bukti setor pembayaran dari PT JAI. Realisasi pembayaran oleh PT JAI selama tahun 2017 sebesar Rp.2.873.466.640,00 dengan rincian :

Januari Rp 296.402.413,00

Februari –

Maret Rp 157.318.982,00

April Rp 239.971.918,00

Mei Rp 287.014.977,00

Juni –

Juli Rp 299.166.589,00

Agustus Rp 210.477.547,00

September Rp 304.890.892,00

Oktober Rp 338.023.450,00

November Rp 349.510.848,00

Desember Rp 390.689.024,00

Keterangan dari Kepala Seksi Prasarana Laut dan Sungai Dishub diketahui bahwa pemungutan retribusi kepada PT JAI dilakukan sebagai bentuk jasa pengawasan yang dilakukan Dishub atas lalu lintas kapal/tongkang yang melewati Jembatan Ampera karena sesuai Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Transportasi, kapal/tongkang yang melintasi Jembatan Ampera harus memenuhi ketentuan yang telah diatur Pemerintah Kota Palembang.

Berdasarkan Peraturan Daerah tersebut, Dishub melakukan pemungutan retribusi kepada PT JAI, sedangkan Peraturan Daerah yang khusus mengatur pengenaan tarif pemungutan retribusi tersebut belum ditetapkan.

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah pada Pasal 156, sehingga Permasalahan tersebut mengakibatkan pemungutan Retribusi Pelayanan Jasa Kepelabuhan belum memiliki dasar hukum yang memadai.

Hal tersebut disebabkan Pemerintah Kota Palembang belum memiliki Peraturan Daerah mengenai Pelayanan Jasa Kepelabuhan. Atas permasalahan tersebut, Walikota menyatakan sependapat dan akan menindaklanjuti rekomendasi BPK.

BPK merekomendasikan kepada Walikota Palembang agar memerintahkan Kepala Dinas Perhubungan supaya segera mengusulkan pengenaan tarif Retribusi Pelayanan Jasa Kepelabuhan terkait jasa penundaan kapal dan/atau tongkang dalam peraturan daerah.

Ketua Forum Masyarakat Anti Korupsi (Formasi) Sumatera selatan Rahmad H mengatakan, Tindakan Pihak dishub Dapat dikategerikan tindakan pungutan liar karena menarik retribusi tidak berdasarkan ketentuan dan pelaku dapat dijerat dengan pasal KUHP. Pelaku juga mungkin dijerat dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Rahmat menambahkan umumnya, praktik pungutan liar dijerat dengan Pasal 368 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal sembilan bulan. Jika pelaku merupakan pegawai negeri sipil, akan dijerat dengan Pasal 423 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun. Namun, ada ketentuan pidana yang ancaman hukumannya lebih besar dari itu, yakni Pasal 12 e UU Tipikor. “Pungli itu bisa kita katakan sebagai korupsi. Ada Pasal 12 e di sana dengan ancaman hukuman penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun,” ujar dia di Kompleks Istana Kepresidenan beberapa waktu lalu.

“Namun, tentu kami tidak bisa menggeneralisir seperti itu ya. Harus dilihat case by case, apakah memenuhi unsur itu (Pasal 12 e UU Tipikor) atau tidak,” lanjut dia. Jika praktik pungutan liar yang diungkap hanya mengandung unsur pemerasan, maka perkara itu akan ditangani Polisi. Kejaksaan hanya berperan dalam penuntutan. Namun, jika praktik itu mengandung unsur korupsi, kejaksaan dapat ikut menyelidiki sekaligus menyelidikinya.

Rahmad berharap, tim “Saber Pungli” alias Sapu Bersih Pungutan Liar dapat mengoptimalkan penyelidikan dan penyidikan praktik pungli yang diungkap. Agar memberikan efek jera agar praktik semacam itu, khususnya di sektor pelayanan publik, tidak terjadi lagi.

Tim Saber Pungli adalah salah satu bagian kebijakan pemerintah melaksanakan reformasi di bidang hukum. Saber Pungli terdiri dari Polri sebagai leading sector, Kejaksaan Agung dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Saber Pungli akan memantau sektor pelayanan publik dari Aceh hingga Papua. Sektor pelayanan yang dipantau, mulai dari pembuatan KTP, SKCK, STNK, SIM, BPKB, izin bongkar muat barang di pelabuhan dan sejumlah izin di berbagai kementerian lainnya. Selain melakukan penindakan, tim ‘Saber Pungli’ juga akan mengkaji apakah ada aturan yang mendukung terjadinya pungli.(Mas)