PALEMBANG – Pemerintah kota Palembang mendaftarkan tradisi Ngobeng atau Ngidang ke Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan UNESCO sebagai warisan budaya tak benda (WBTB).
Ngobeng sendiri merupakan tradisi makan bersama yang dihidangkan secara lesehan dengan menggunakan nampan untuk delapan orang dalam satu tempat.
Staf Ahli Wali Kota Palembang Bidang Ekonomi Pendapatan Daerah, Hukum dan HAM, Altur Febriyansyah mengatakan, tradisi ngobeng memiliki makna yang mendalam.
Sebelum makan, warga terlebih dahulu bergotong-royong untuk menyiapkan lauk dan lain sebagainya.
“Dalam satu hidangan terdiri dari delapan orang, kemudian makan bersama. Ini sebagai wujud gotong-royong yang harus kita lestarikan, karena untuk makan kita menyediakan makanan secara gotong-royong, ada nilai positif, bisa menjalin komunikasi tanpa memperhatikan status sosial, semuanya rata duduk bersila,” kata Altur.
Altur menjelaskan, tradisi ngobeng akan menjadi salah satu agenda tahunan di Palembang. Sehingga, tradisi tersebut tetap bisa dilestarikan oleh para pemuda saat ini.
“Ngobeng juga diharapkan akan menjadi daya tarik wisatawan berkunjung ke Palembang. Pada tahun 2020 nanti, acara ngobeng ini akan di daftarkan sebagai warisan budaya tak benda (WBTB) dan UNESCO sehingga tidak bisa diklaim oleh orang daerah lain,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Sejarah Dinas Kebudayaan Kota Palembang, Ismail menjelaskan, sejarah ngobeng itu berawal dari negara Arab. Namun pada zaman kesultan Demangan, cara tersebut dibuat berbeda. Jika dalam budaya Arab semua hidangan dijadikan satu, sedangkan dengan cara Palembang untuk lauk-pauk semuanya terpisah.
“Untuk di Palembang sendiri kebudayaan ini masih melekat di daerah kawasan Tangga Buntung, 13-14 ulu yang masih mempertahankan tradisi tersebut di tengah kemajuan zaman. Inilah yang menjadi tugas utama kami untuk kembali memperkenalkan warisan budaya serta mempertahankannya,” ujar Ismail.
Tradisi ngobeng atau ngidang makan bersama khas Palembang akan didaftarkan pemerintah setempat ke UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). (hmy)