Diananta Diadili karena Berita, Solidaritas Jurnalis: Atas Nama UU Pers, Kami Minta Segala Bentuk Penuntutan Dihentikan

Aksi solidaritas untuk Diananta (Foto: Ist)

KOTABARU – Diananta Putera Sumedi alias Nanta (36), jurnalis yang bekerja di Banjarmasin diadili di Pengadilan Negeri Kotabaru karena berita.

Belasan orang dari Koalisi Masyarakat Adat dan Kebebasan Pers menggalang aksi solidaritas di Bundaran Hotel A, Jalan Pengeran Samudera, Banjarmasin.

Di Kotabaru, aksi serupa dilakukan sejumlah jurnalis dan masyarakat adat di Pengadilan Negeri Kotabaru.

Dengan membentangkan spanduk bertuliskan #BebaskanDiananta, mereka menuntut agar Diananta dibebaskan.

“Atas nama UU Pers, kami meminta segala bentuk penuntutan terhadap Diananta dihentikan,” kata Ketua Bidang Kampanye dan Media Koalisi Masyarakat Adat dan Kebebasan Pers Fariz Fadhillah.

Menurut Fariz, kasus ini seharusnya sudah selesai di Dewan Pers, bukan malah bergulir di meja penyidik kepolisian hingga lanjut ke pengadilan.

“Juga atas nama kemanusiaan, kami meminta Nanta segera dibebaskan. Nanta adalah seorang kepala rumah tangga yang harus menafkahi istri dan anaknya,” kata dia.

Koalisi juga menyayangkan penahanan terhadap Diananta. Nanta bukan teroris dan bukan pula pelaku kejahatan luar biasa sehingga tidak seharusnya ditahan saat pandemi COVID-19 melanda.

“Padahal, Kapolri sudah menginstruksikan jajaran penyidik untuk selektif menahan tersangka pidana selama pandemi,” kata Fariz.

Koalisi juga menyampaikan tuntutan Kepada Presiden Joko Widodo. Kepada Jokowi, koalisi meminta untuk tak tinggal diam melihat adanya upaya kriminalisasi pers ini.

Pers yang bebas dan jujur adalah pilar demokrasi yang keempat setelah yudikatif, legislatif, dan eksekutif, yang bekerja untuk kemashlahatan ummat.

Tugas pers mengabarkan kepada masyarakat, memenuhi hak masyarakat untuk tahu, sehingga masyarakat bisa mengolah informasi dan bisa bertindak atau mengambil keputusan yang tepat.

“Karena itu menindas pers, mengkriminalkan jurnalis, itu sejatinya melanggar hak-hak masyarakat, dan bisa jadi awalan untuk menindas hak-hak masyarakat lainnya,” kata Fariz.

Selain aksi di jalan dan di PN Kotabaru, Koalisi juga menggalang dukungan di media sosial.

Di laman change.org ada petisi dari istri Nanta, Wahyu Widianingsih yang juga minta suaminya dibebaskan. Sejak dimulai seminggu lalu, sudah 12.000 orang lebih menandatangani petisi tersebut.

“Kami juga mengajak masyarakat untuk mendukung gerakan pembebasan Diananta melalui petisi tersebut. Mari ikut dalam membuat perubahan ke arah yang lebih baik,” kata Fariz.

Kronologis kasus

Nanta ditetapkan menjadi tersangka karena beritanya yang berjudul ‘Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel.’ Konten ini diunggah melalui media Kumparan dan Banjarhits.id pada 9 November 2019 lalu.

Banjarhits.id yang dipimpin Nanta adalah mitra Kumparan melalui program 1001 Startup Media.

Pengadu atas nama Sukirman dari Majelis Umat Kepercayaan Kaharingan. Sukirman menilai berita itu menimbulkan kebencian karena dianggapnya bermuatan sentimen kesukuan.

Pada saat yang sama, masalah ini juga telah dibawa ke dewan pers. Diananta dan Sukirman datang ke Sekrerariat Dewan Pers di Jakarta, pada Kamis, 9 Januari 2020 lalu guna proses klarifikasi.

Dewan Pers kemudian mengeluarkan lembar Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi  yang bersiai bahwa redaksi Kumparan menjadi penanggungjawab atas berita yang dimuat itu, bukan Banjarhits.

Dewan Pers mewajibkan Kumparan dan Banjarhits selaku teradu melayani hak jawab dari pengadu dan minta maaf. PPR diterbitkan Dewan Pers yang terbit 5 Februari 2020.

Dengan demikian, masalah ini selesai. Hak jawab pengadu sebagai kesempatan untuk menjelaskan duduk persoalan versi pengadu sudah diberikan.

Kumparan dan Banjarhits sudah pula meminta maaf dan menghapus berita yang dipersoalkan.

Namun PPR Dewan Pers ini tidak dianggap. Penyidikan polisi terus berlanjut dengan surat panggilan kedua dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalimantan Selatan, pada tanggal 25 Februari 2020, hingga penahanan Nanta pada 4 Mei 2020. Polisi menjeratnya dengan Pasal 28 UU Informasi dan Transaksi Elektronik.

Pada 24 Mei penahanan Nanta dipindahkan ke Kotabaru dan dititipkan di Polres Kotabaru hingga persidangan hari ini 8 Juni 2020. (net)