Masyarakat Indonesia Merugi 117 Triliun Akibat Investasi Bodong

Jakarta – Belakangan, ramai terungkap berbagai kasus investasi bodong dengan iming-iming profit besar. Satgas Waspada Investasi (SWI) mengatakan, investasi bodong sebenarnya bukanlah hal baru di Indonesia. Dalam rentang waktu 10 tahun terakhir (2011-2021), jumlah kerugian masyarakat akibat investasi bodong mencapai 117 Triliun Rupiah.

Maraknya kasus investasi bodong membuat para investor merasa khawatir. Padahal, PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat, hingga akhir Kuartal I 2022, terdapat peningkatan jumlah investor yang didominasi oleh gen z dan milenial hingga menembus angka 8,3 juta. Jumlah ini meningkat 12,13 persen dari posisi akhir tahun 2021 lalu.

Pakar ekonomi Universitas Pertamina, Achmad Kautsar M.Si., membagikan tips dan trik terhindar dari investasi bodong, khususnya untuk para investor pemula.

“Pertama dan yang paling utama, pastikan lembaga atau perusahaan investasi terdaftar di OJK. Kemudian, cek dokumen perizinannya, pelajari laporan keuangannya, dan ketahui bagaimana ia memasarkan produk investasinya,” ungkapnya dalam wawancara daring, Jumat (15/4).

Dosen Program Studi Ekonomi Universitas Pertamina tersebut juga menghimbau kepada para pelaku investasi, agar senantiasa mewaspadai iming-iming keuntungan yang besar dalam jangka waktu singkat.

“Dan waspadai lembaga atau perusahaan investasi yang selalu menjanjikan keuntungan tanpa melihat risiko. Karena setiap investasi pasti ada risiko kerugian,” pungkasnya.

Sementara itu, dalam konferensi internasional besutan Universitas Pertamina (UPER) bertajuk ‘International Conference On Contemporary Risk Studies (ICONICS-RS)’, Director of Research Group, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Herman Saheruddin, Ph.D., mengatakan, investasi akan aman selama nasabah melindungi investasinya. Terlebih, tren penyimpanan dana di bank untuk tabungan dan investasi mengalami peningkatan selama beberapa tahun terakhir.

“Di LPS misalnya, simpanan nasabah dalam bentuk tabungan, deposito, giro, sertifikat deposito, dan bentuk lain yang dipersamakan dengan itu, akan dilindungi sampai dengan total 2 Milyar Rupiah selama memenuhi syarat dan ketentuan dari LPS,” jelas Herman dalam kegiatan yang dilaksanakan pada Kamis (31/3) dan Jumat (1/4) tersebut.

Herman juga mengatakan, ekonomi Indonesia yang tumbuh sebesar 3,69 persen di tahun 2021 lalu, membawa angin segar bagi para investor.

“Capaian ini lebih tinggi dibanding tahun lalu yang mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 2,07 persen. Sementara itu, di tengah tekanan inflasi di berbagai negara maju, laju inflasi Indonesia pada tahun 2021 juga masih terkendali pada level yang rendah dan stabil,” pungkasnya.

Senada dengan pernyataan tersebut, Senior Vice President Risk Management, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Ety Yuniarti mengatakan, di sektor perbankan berbagai strategi manajemen risiko telah dilakukan guna menghadirkan iklim investasi yang sehat. Namun, tak dipungkiri berbagai tantangan akibat ketidakpastian kondisi pasca pandemi masih perlu diwaspadai.

“Tantangan yang paling dirasakan adalah perubahan perilaku pelanggan, peraturan dan kebijakan yang sangat cepat. Ditambah, lingkungan eksternal yang sangat dinamis. Membuat pengembangan manajemen risiko di sektor perbankan juga harus dilakukan dengan cepat,” imbuhnya.

Konferensi bertema ‘Contemporary Risks Studies on Business, Economics, Communication, and International Relations during COVID-19 Pandemic’ tersebut, juga turut dihadiri oleh: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Dr. (H.C) Ir. Airlangga Hartarto, M.B.A., M.M.T; Menteri Dalam Negeri RI, Jenderal Polisi (Purn.) Prof. Drs. H. Muhammad Tito Karnavian, M.A., Ph.D; dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Dr. H. Sandiaga Salahuddin Uno, BBA, MBA.

Hadir sebagai narasumber, para akademisi dari berbagai kampus prestigious mancanegara, yakni: Prof. Dr. Benjamin K. Sovacool, University of Sussex Business School, United Kingdom; Dr. Joe Burton, University of St Andrews; dan Prof. David Alexander, University College London (UCL). Berbagai pakar kenamaan nasional juga turut hadir dalam konferensi tersebut, yakni: Iman Rachman, Direktur Strategi, Portofolio, dan Pengembangan Usaha, PT Pertamina (Persero); Enrico Hariantoro, Executive Director of Integrated Financial Services Sector Policy Group, The Financial Services Authority; Prof. Tutuka Ariadji, M.Sc., Ph.D., Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian ESDM; Herman Saheruddin, Ph.D., Director of Research Group, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS); dan Ety Yuniarti, Senior Vice President Risk Management, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero).

Bagi siswa-siswi yang tertarik dengan perkembangan ekonomi nasional dan global, dapat bergabung di Program Studi Ekonomi Universitas Pertamina. Saat ini, kampus besutan PT Pertamina (Persero) tersebut sedang membuka pendaftaran Seleksi Nilai Rapor (Non Tes) dan Ujian Masuk Online untuk Tahun Akademik 2022/2023.

Universitas Pertamina juga menyediakan beasiswa dengan nilai total mencapai 16 Milyar Rupiah. Informasi lengkap terkait program studi serta syarat dan ketentuan pendaftaran dapat diakses di laman https://universitaspertamina.ac.id/pendaftaran.