Hakim PTUN Putuskan Wali Kota Palembang Lalai Atasi Banjir

Gedung Pemerintah Kota Palembang (Foto: Ist)

Palembang – Wali Kota Palembang dinyatakan telah melakukan kelalaian dalam melaksanakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) hingga menyebabkan banjir besar pada tahun lalu. Hal itu merupakan putusan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Gugatan dilayangkan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan perwakilan masyarakat korban banjir terhadap Wali Kota Palembang.

Majelis hakim PTUN Palembang Fitri Wahyudningtya, mengabulkan gugatan faktual dari penggugat, Rabu (20/7). Hakim menolak eksepsi Wali Kota Palembang Harnojoyo selaku tergugat.

Dalam amar putusannya, hakim menyebut RTRW yang dilaksanakan Wali Kota Palembang tidak sesuai dengan Peraturan Daerah Palembang Nomor 15 tahun 2012 tentang RTRW Palembang tahun 2012-2023.

Sebab, ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH) minim dan tidak mengembalikan fungsi rawa konservasi bahkan tidak menyediakan kolam retensi, dan drainase yang memadai.

Hakim juga menilai Pemkot Palembang tidak menyediakan tempat pembuangan sampah yang layak di setiap kelurahan. Penanganan sampah yang tidak dilakukan menyebabkan banjir terjadi di kota itu.

“Perbuatan itu dinilai telah melanggar hukum oleh pejabat pemerintah (oncrechtmatige overheidsdaad),” seperti dalam amar putusan PTUN Palembang.

Atas beragam kesalahan itu, hakim mewajibkan Pemkot Palembang untuk menyediakan ruang terbuka hijau (RTH) seluas 30 persen dari luas wilayah Palembang dan mengembalikan fungsi rawa konservasi seluas 2.106,13 hektare di wilayah Palembang sebagai fungsi pengendalian banjir.

Pemerintah setempat juga wajib menyediakan kolam retensi dan drainase yang memadai sebagai fungsi pengendalian banjir, termasuk juga mewajibkan Pemkot Palembang menyediakan posko bencana banjir di lokasi terdampak.

Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Yuliusman mengungkapkan, pihaknya akan menyerahkan salinan putusan PTUN kepada DPRD agar dilakukan pengawasan terhadap kinerja Pemkot Palembang. Menurut dia, risiko bencana ekologis dapat diawasi jika dilakukan upaya penanganan yang maksimal.

“Kami minta Pemkot Palembang bijak membuat Perda dan kebijakan harus sesuai RTRW, tidak keluar dari porosnya,” ungkap Yuliusman, Rabu (27/7).

Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Palembang Ahmad Bastari Yusak mengklaim sudah melaksanakan program RTRW yang masih berjalan hingga 2032.

Dia menyebut sudah ada 14 persen RTH untuk publik dan 10 persen privat. Pihaknya menargetkan 10 tahun ke depan akan terpenuhi 30 persen RTH.

“Kolam retensi sudah ada 48 unit, pada 2013 lalu hanya ada 16 unit. Ada juga 200 bangunan kami bongkar di tahun ini karena menutup drainase,” terangnya.

Menurut dia, banjir yang terjadi Sabtu 25 Desember 2021 lalu disebabkan karena tingginya curah hujan sehingga menyebabkan peningkatan debit air di kawasan hulu Sungai Musi. Derasnya hujan juga menyebabkan air laut pasang.

“Sebagai daerah cekungan, Palembang tentu menerima dampak yang paling berat. Tapi kami sudah berupaya menangani banjir dengan optimalisasi pompa,” pungkasnya.