Jakarta – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati mengingatkan pemerintah daerah untuk mewaspadai dan siap-siaga menghadapi kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Menurut Dwikorita, potensi ancaman karhutla semakin tinggi memasuki musim kemarau yang diprakirakan mulai April – Mei mendatang, terutama daerah-daerah yang yang memiliki kawasan hutan dan lahan gambut.
“Pemerintah Daerah harus bersiap, masyarakat pun perlu diedukasi dan diberikan sosialisasi agar melakukan pencegahan dan antisipasi dengan tidak melakukan pembakaran secara sembarangan,” ungkap Dwikorita dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Jumat.
Di sela kunjungan Menkopolhukam Mahfud MD dan Menteri KLHK Siti Nurbaya di ruang monitoring Climate Early Warning BMKG yang melakukan monitoring iklim untuk mendukung pengendalian karhutla, di Jakarta, Rabu (25/1), Dwikorita mengatakan berdasarkan prediksi BMKG, terdapat potensi terjadinya penurunan curah hujan setelah tiga tahun terakhir 2020, 2021, 2022, terjadi La Nina dan kondisi curah hujan di atas normal. Sehingga, dikhawatirkan dapat terjadi peningkatan potensi karhutla seperti yang terjadi di tahun 2019.
Musim kemarau tersebut, kata Dwikorita, sesuai dengan prediksi yang pernah disampaikan BMKG pada Oktober 2022, dimana diprediksikan kondisi La Nina akan makin melemah dan transisi menuju kondisi netral.
“BMKG bersama BNPB, BPBD, TNI/Polri, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove, Pemprov, dan Pemkab setempat terus berkoordinasi dan menyiapkan berbagai langkah antisipasi dan persiapan, serta peringatan dini menghadapi karhutla, termasuk menyiapkan skenario operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC),” imbuhnya.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan potensi karhutla ini perlu diantisipasi lebih tinggi, karena pada tahun 2023, Indonesia menjadi Ketua ASEAN dan memperoleh mandat untuk memimpin KTT ASEAN. KTT tersebut rencananya dilaksanakan pada Mei dan September, yang diperkirakan merupakan puncak musim kemarau tahun 2023.
Sementara itu, Kepala Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan menerangkan bahwa hingga enam bulan ke depan, BMKG memprediksi sifat curah hujan bulanan akan didominasi oleh kategori normal.
Namun, sifat curah hujan kategori bawah normal berpeluang terjadi di sebagian Sumatera bagian tengah, sebagian Kalimantan bagian tengah, sebagian Sulawesi bagian tengah dan sebagian kecil Papua pada Februari-Maret 2023, dan sebagian besar Sumatera dan Jawa pada Mei dan Juni 2023.
Sedangkan sifat curah hujan bulanan kategori di atas normal berpeluang terjadi di Sumatera bagian utara, Kalimantan bagian timur dan utara pada Februari dan Maret 2023, Bali, NTB, NTT, Sulawesi Utara, Maluku dan Maluku Utara pada Februari 2023, dan Papua bagian tengah dan selatan pada Juni 2023.
Selain itu, kata dia, juga perlu dicermati bahwa pada Maret-April-Mei 2023, beberapa wilayah di pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara akan mengalami periode transisi atau peralihan musim dari musim hujan ke musim kemarau.
Karenanya, perlu diwaspadai fenomena cuaca ekstrem yang sering muncul, seperti hujan lebat, angin puting beliung, dan angin kencang yang meskipun periodenya singkat, sering memicu terjadinya bencana hidrometeorologi. (ant)