Palembang – Majelis Wilayah Forum Alumni HMI-Wati (Forhati) Sumatera Selatan adakan Focus Grup Discusion (FGD) dengan tema “mengawal keterwakilan perempuan dalam penyelenggara Pemilu di Sumatera Selatan” di Aula Pascasarjana UIN Raden Fatah, Selasa (21/03/2023).
Turut hadir sebagai pembicara dalam FGD Forhati : Eva Yuliana (Komisioner Bawaslu Kota Palembang), Hibza Meiridha Badar(Komisioner Komisioner Komisi Informasi Provinsi Sumsel), Titin Maryati (Komisioner KPU Kabupaten Ogan Ilir), Abdul Aziz (Staff Ahli Gubernur Sumsel), Jialika Maharani (Anggota DPD RI).
Eva Yuliana mengatakan dalam pemaparan materinya Secara formal, peningkatan keterlibatan perempuan sudah diatur dengan baik dalam undang-undang. Peningkatan keterlibatan perempuan dalam politik didorong melalui tindakan afirmatif sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan di partai politik, lembaga legislatif, maupun di lembaga penyelenggara pemilu.
“UUD no 7 tahun 2017 menekankan keterwakilan perempuan 30% dalam lembaga penyelenggara pemilu yaitu Dkpp, Bawaslu, KPU.” Jelas Eva
Lanjutnya, Menjadi Penyelenggara pemilu merupakan Hak Asasi Manusia bagi seorang perempuan.
“Keterwakilan perempuan dalam lembaga negara sangat penting karena terkait Hak asasi Manusia.” Tegas Eva.
Eva pun mencermati keterwakilan perempuan di Indonesia Khususnya di Sumatera Selatan secara khusus ia mengatakan bahwa keterwakilan perempuan di lembaga penyelenggara pemilu sangat minum.
“Sumsel peringkat enam se-Indonesia keterwakilan perempuan paling sedikit di lembaga penyelenggara pemilunya.” Ujar Eva dalam Paparanya.
Dikesempatan yang sama sebagai pemateri Komisioner Komisi Informasi Hibza Meiridha Badar menyampaikan agar adanya revisi terbatas pada UU No 07 tentang pemilu agar terjaminnya kuota perempuan 30% sebagai penyelenggara.
“Mengganti Klausul memperhatikan jadi menyertakan.” Tegas Hibza.
Menurut Hibza, klausul ‘memperhatikan’ memberi ketidakpastian hukum untuk keterwakilan perempuan di lembaga tersebut. Apabila tidak didukung dengan political will yang tinggi, maka terdapat kemungkinan keterwakilan perempuan hanya diperhatikan, namun tidak dijalankan.
Hibza mendorong agar kiranya FGD yang dilaksanakan Forhati Sumsel hanya sebatas diskusi belaka.
“FGD ini harus menghasilkan rekomendasi agar perjuangan perempuan untuk dapat mendapat posisi di lembaga negara dan lembaga pemilu dapat diwujudkan. ” Ujar Hibza
Berbeda dengan Hibza, Titin Maryati Komisioner KPU Kabupaten Ogan Ilir mencermati Rendahnya keterwakilan perempuan di lembaga penyelenggara pemilu dikarenakan Rendahnya pengetahuan kepemiluan di kalangan perempuan itu sendiri.
“Pengetahuan kepemiluan Perempuan dibawah laki-laki penyebab minimnya perempuan dalam penyelenggara pemilu.” Ujar Titin.
Titin menyarankan agar Perempuan harus mengisi diri dengan ilmu pengetahuan agar dapat bersaing dengan kaum laki-laki.
Menurut Abdul Aziz staff Gubernur Sumatera Selatan yang juga merupakan alumni HMI untuk Menjadikan Perempuan dalam penyelenggaraan pemilu itu tidak mudah, walaupun kuota perempuan ada 30%.
“Tidak mudah karena loby nya, loby nasional.” Ujar Abdul Aziz.
Senada dengan Hibza, Abdul Aziz menyaran Forum FGD yang di gagas oleh Forhati Sumsel harus menelurkan strategi dalam rangka untuk kepentingan kaum perempuan.
“FGD ini harus merumuskan strategi untuk menjadikan perempuan sebagai penyelenggara pemilu dan penyelenggara negara, Forhati harus sinergi dengan Ormas lainnya.” Saran Abdul Aziz.
Perlu diketahui pada akhir acara FGD yang di gagas oleh Forhati Sumsel ada penanda tanganan fakta integritas bersama untuk mengawal keterwakilan perempuan dalam lembaga pemilu di Sumatera Selatan.