Masa Penahanan Telah Berakhir Namun Belum Dibebaskan, Suwito Winoto Akan Melaporkan Oknum Jaksa

Palembang – Penahanan yang diduga tidak sah dan tidak berdasar hukum oleh Oknum Jaksa terhadap Marrohati Bin Mat Ali dalam perkara 170 KUHP NOMOR PERKARA 644/Pid.B/2024/PN Plg.

Hal tersebut dikatakan Kuasa Hukum Marrohati Bin Mat Ali, yakni Suwito Winoto, SH saat konferensi pers di kantornya di Palembang, Selasa (8/10/2024).

Suwito Winoto SH yang merupakan Ketua DPD FERARI Sumsel ini menjelaskan, pihaknya kedatangan tamu yang minta bantuan ke Kantornya yakni bapak Mardian merasa terzolimi. Istrinya sudah diputus 3 bulan 15 hari tapi masih ditahan di lapas wanita. Yang mana saudara oknum Jaksa tidak mau mengeluarkan BA 48 dengan P17 nya, yang mana harus mengeluarkan sesuai putusan PN Palembang. Saudara jaksa sampai saat ini tidak mau mengeluarkan tahanan ibu Marrohati.

“Jaksa menuntut 2 tahun 6 bulan terhadap terdakwa Marrohati, namun putusan pengadilan diputus 3 bulan 15 hari. Klien Kami Pada 12 September 2024, Pengadilan Negeri telah menjatuhkan putusan kepada klien kami dengan hukuman pidana penjara selama 3 bulan dan 15 hari walau 105 hari atas tindak pidana yang dituduhkan kepada beliau. Artinya sudah masuk satu bulan lebih masih ada ditahanan, seharusnya setelah putusan itu harusnya dikeluarkan. Tapi Jaksa tidak mau mengeluarkan dengan alasan banding. Upaya hukum apapun silahkan banding kasasi, PK. Tapi putusan pengadilan harus dikeluarkan karena masa tahanan sudah habis,” ujarnya.

“Masa Penahanan yang sudah dijalani Sejak tanggal 11 Juni 2024, klien kami telah menjalani masa penahanan yang, hingga hari ini, sudah mencapai 109 hari, melebihi dari hukuman yang dijatuhkan oleh pengadilan. Berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (4) KUHAP. penahanan harus dihentikan apabila masa penahanan tersebut telah melebihi atau sama dengan hukuman penjara yang dijatuhkan,” ujarnya.

Suwito menerangkan, pihak JPU Banding, namun harusnya jaksa harus mengeluarkan dulu sembari berjalan proses bandingnya. Jalani dulu putusan itu, biarkan prosesnya itu jalan.

“Kami mohon kepada Kejagung untuk segera mengeluarkan klien kami Marrohati yang masih ditahan di Lapas perempuan. Marrohati dizolimi, kita orang yang mengerti hukum tapi membodohi orang yang tidak mengerti hukum. Jaksa Hakim pengacara dan polisi itu adalah catur wangsa dan harus membuat keadilan. Adalah negara hukum dan harus membantu orang yang terzalimi. Jadi kami akan mengambil langkah hukum apabila dalam beberapa hari ini klien kami tidak ada tindakan dari Kejaksaan agung, Kejati Sumsel, Kejari Negeri Palembang tidak mengambil tindakan atas klien kami maka kami akan melakukan pra peradilan di PN Palembang,” tegasnya.

Lebih lanjut Suwito menjelaskan, pelanggaran oleh Jaksa Penuntut Umum Namun, meskipun masa penahanan klien kami telah melampaui hukuman yang dijatuhkan, hingga saat ini Jaksa Penuntut Umum masih menolak untuk membebaskan klien kami. Tindakan ini tidak hanya melanggar KUHAP tetapi juga merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia, khususnya hak klien kami atas kebebasan yang dijamin oleh UUD 1945 dan berbagai peraturan lainnya.

“Upaya Hukum yang telah kami lakukan kami telah mengajukan permohonan pembebasan kepada pihak yang berwenang dan akan melanjutkan dengan gugatan praperadilan sesuai dengan Pasal 77 KUHAP untuk menantang keabsahan penahanan ini. Kami juga tengah mempertimbangkan langkah-langkah lebih lanjut, termasuk melaporkan pelanggaran ini ke Komisi Kejaksaan, Ombudsman, dan Komnas HAM, Jamwas, untuk memastikan bahwa hak-hak klien kami dipulihkan dan tidak ada penyalahgunaan wewenang yang berlanjut.Klien kami terzolim, harusnya jalankan dulu putusan PN Palembang. Kami mohon pakailah hati nuranimu, ini adalah orang kecil yang terzalimi,” paparnya

Suwito menerangkan, kalau faktanya klinenya Marohatti harus dikeluarkan karena masa tahananya sudah habis ya harusnya dikeluarkan. Kalau Jaksa mau banding kasasi dan PK silakan saja itu upaya hukum siapapun bisa melakukan. Tapi sesuai putusan pengadilan mengatakan bahwa terdakwa Marrohati dikenakan putusan 3 bulan 15 hari dan harus dikeluarkan karena masa tahanannya sudah habis.

“Kenapa malah diperpanjang sampai satu bulan lebih tidak dikeluarkan. Bagaimana itu bisa terjadi? Tolong bapak Presiden Jokowi membantu masyarakat yang terzalimi. Kepada Bapak Kejagung tolong lihatlah anak-anakmu yang ada di Sumsel ini tolong disentil. Mereka jangan semena-mena pada masyarakat kecil, tolong hukum ditegakkan dan hukum tegak lurus,” ucapnya.

“Permintaan Kami yaitu Kami mendesak Jaksa Penuntut Umum untuk segera membebaskan klien kami tanpa syarat, mengingat masa hukumannya telah selesai. Kami juga meminta pihak berwenang untuk meninjau tindakan ini secara serius, karena ini bukan hanya masalah teknis hukum, melainkan juga terkait dengan integritas sistem peradilan kita dan penghormatan terhadap hak asasi manusia,” tambah Suwito.

Dalam kesempatan ini, sambung Suwito, dia berpesan kepada Masyarakat Penahanan yang dilakukan secara tidak sah dan melebihi masa hukuman yang dijatuhkan adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan. Dalam negara hukum, setiap warga negara. terlepas dari statusnya, berhak mendapatkan perlindungan hukum yang adil dan proses hukum yang transparan. Kami akan terus berjuang untuk memastikan keadilan ditegakkan.

“Kami mengajak semua pihak untuk terus memantau kasus ini, dan kami akan melanjutkan langkah-langkah hukum yang diperlukan untuk membebaskan klien kami serta memastikan bahwa hak-haknya dipenuhi sesuai dengan hukum yang berlaku,” tandasnya.

Sementara itu, suami Marohatti yakni Mardian mengatakan, sampai hari ini istrinya belum bisa keluar dari Lapas Perempuan.

“Istri saya dilaporkan atas kasus penganiayaan dan divonis 3 bulan 15 hari. Istri sudah menjalani hukuman, masa Penahanan sudah berakhir tapi oknum jaksa masih tetap melakukan penahanan,” katanya.

“Kami minta dengan Kejaksaan Agung, Ketua Mahkamah Agung, Komnas HAM, Ombudsman, Komisi Kejaksaan dan Presiden Jokowi untuk membantu kami. Karena kami dizolimi, bantulah kami pada masalah ini,”tutupnya.