PALEMBANG – Pelaksanaan pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tak bisa lepas dari potensi konflik.
Kapolda Sumsel, Irjen Pol Andi Rian Ryacudu Djajadi mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan strategi khusus dalam menghadapi potensi konflik yang ditimbulkan dari kelompok massa pendukung.
Oleh karena itu, dirinya telah memerintahkan jajarannya untuk mengusut kejadian konflik hingga ke aktor intelektualnya.
“Saya sepakat jika konflik yang timbul itu atas suruhan dari orang yang berkepentingan. Makanya, saya telah memerintahkan jajaran melakukan pendekatan persuasif terhadap kelompok yang bertikai apabila terjadi konflik. Apabila memang tidak bisa persuasif, maka jangan segan untuk menindak aktor intelektualnya,” ujarnya saat menjadi narasumber dalam Diskusi Publik dengan tema “Harkamtibmas Jelang Pilkada Serentak 2024, Harmoni Demokrasi di Tanah Sriwijaya Pesta Tanpa Goresan Luka” yang digelar RMOL Sumsel Research & Development melalui Relung Forum di Kawan Ngopi Cafe, Jumat (18/10) malam.
Kapolda Sumsel juga mendorong jajarannya untuk lebih peka mengenai isu-isu yang berkembang di masyarakat. “Baik yang ada di masyarakat maupun media sosial harus diawasi betul. Kami juga melakukan penilaian Indeks Potensi Kerawanan Pemilu (IPKP) setiap bulan dan tahapan. Sehingga bisa menentukan upaya mitigasi kerawanan,” jelasnya.
Irjen Pol Andi mengimbau agar seluruh pihak dapat sama – sama menjaga suasana tetap kondusif. “Kalau muncul riak-riak itu biasa. Ayo berpesta tapi jangan sampai putus silaturahmi,” katanya.
Ditempat sama, Pengamat Politik Sumsel, Bagindo Togar mengatakan Pelaksanaan pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tak bisa lepas dari potensi konflik. Sebab, dalam dunia politik, intrik dan konflik jadi hal yang tak bisa dihindari.
“Kalau tidak ada intrik atau konflik, itu bukan politik. Saya juga kurang setuju dengan kata-kata Pilkada Damai. Saya setuju Pilkada ramai, dengan catatan terkendali,” ungkapnya.
Lanjut Bagindo mengatakan, kondisi masyarakat Sumsel saat ini sudah cukup pintar. Mereka sudah tidak mudah terpengaruh dengan isu yang memprovokasi. Namun ada tiga elemen yang bisa memicu konflik di masyarakat. “Pertama penyelenggara, partai politik dan aktor politik atau calon kepala daerah itu sendiri. Biasanya mereka yang menggeret masyarakat untuk memancing konflik. Kalau masyarakatnya sendiri sebenarnya sudah pintar karena tidak mudah termakan isu,” katanya.
Oleh karena itu, peran dari lembaga-lembaga pengawas ini sangat penting. “Terutama kepolisian dalam menindak orang-orang yang menjadi aktor kericuhan,” tutupnya.
Sedangkan, Ketua Bawaslu Sumsel, Kurniawan memastikan peran pengawasan yang dimiliki Bawaslu akan dilakukan dengan ketat. Agar potensi pelanggaran yang bisa memicu konflik bisa diminimalisir.
“Kami berupaya maksimal agar pelaksanaan penyelenggaraan sesuai dengan prosedur, pasangan calon dan kampanye tidak melanggar aturan. Sehingga, tidak ada hak masyarakat yang dilanggar. Kalau prosesnya bagus saya kira akan hasilnya baik,” ujarnya.