Palembang – Abdullah Anang, Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Provinsi Sumatera Selatan, memberikan tanggapan kritis terhadap kebijakan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota (UMK). Ia menyoroti masih adanya 11 kabupaten/kota tanpa upah minimum dan ketidakpuasan terhadap keputusan gubernur yang hanya menaikkan tiga sektor dari sembilan yang ada. Anang menegaskan bahwa perlindungan hak-hak pekerja harus menjadi prioritas utama pemerintah.
Pada tanggal 17 Januari 2025, Abdullah Anang, Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Provinsi Sumatera Selatan, memberikan tanggapan terkait kebijakan terbaru mengenai Upah Minimum Provinsi (UMP), Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP), Upah Minimum Kota (UMK), dan Upah Minimum Sektoral Kota (UMSK) di wilayah Sumsel. Dalam pernyataannya, Anang menjelaskan bahwa pihaknya tidak mempermasalahkan kenaikan UMP yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Namun, ia menyayangkan fakta bahwa masih terdapat 11 kabupaten/kota di Sumatera Selatan yang tidak memiliki upah minimum.
“Pekerja di daerah-daerah yang tidak memiliki upah minimum masih berjuang untuk mendapatkan penghidupan yang layak. Ini adalah masalah serius yang harus segera ditangani oleh pemerintah,” ungkap Anang, menambahkan bahwa kondisi ini menciptakan ketidakadilan yang semakin melebar antara daerah yang memiliki regulasi upah yang jelas dan yang tidak.
Abdullah Anang juga menekankan bahwa UMP dan UMK seharusnya menjadi jaminan bagi pekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak. Ia menegaskan bahwa kenaikan upah minimum harus diimbangi dengan kebijakan yang lebih inklusif dan memperhatikan semua sektor. “Kami mengharapkan agar semua sektor mendapatkan perhatian yang sama. Setiap sektor memiliki karakteristik dan tantangan tersendiri yang harus diperhitungkan dalam penetapan upah,” tegasnya.
Lebih lanjut, Anang mengungkapkan ketidakpuasan terhadap keputusan Penjabat Gubernur Sumsel yang hanya menaikkan tiga upah sektoral dari sembilan sektor yang ada. “Keputusan ini tidak mencerminkan kebutuhan dan kondisi riil di lapangan. Kami mengharapkan adanya revisi yang lebih komprehensif,” ujarnya. Selama sosialisasi yang berlangsung di Golden Sriwijaya, terjadi adu argumen antara pihak KSPSI dan Dinas Tenaga Kerja mengenai hal ini. Anang menilai bahwa dialog yang konstruktif sangat diperlukan untuk mencapai kesepakatan yang adil.
Anang juga menyoroti pentingnya transparansi dalam proses penetapan upah minimum. Ia menekankan bahwa semua pihak harus dilibatkan dalam diskusi, termasuk pekerja, pengusaha, dan pemerintah. “Kami percaya bahwa dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, kita dapat menemukan solusi yang lebih baik dan berkelanjutan,” tambahnya.
Hingga saat ini, Abdullah Anang menyatakan bahwa belum ada laporan resmi dari anggota KSPSI mengenai kondisi pasca kenaikan upah tersebut. Ia memperkirakan bahwa laporan tersebut baru akan diterima pada akhir bulan ini. “Kami akan memantau perkembangan ini dan siap mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi hak-hak pekerja,” ujarnya. Anang menegaskan pentingnya pengawasan terhadap implementasi kebijakan upah minimum ini agar tidak ada pelanggaran yang merugikan pekerja.
Dalam konteks yang lebih luas, Anang juga mengingatkan bahwa kenaikan upah minimum seharusnya disertai dengan peningkatan produktivitas dan kualitas kerja. “Kami berharap bahwa pengusaha juga berkomitmen untuk meningkatkan kualitas produk dan layanan mereka agar dapat bersaing di pasar. Kenaikan upah harus diimbangi dengan peningkatan kesejahteraan pekerja dan perusahaan,” tuturnya.
Abdullah Anang menegaskan bahwa perjuangan untuk keadilan upah akan terus berlanjut hingga semua pekerja di Sumatera Selatan mendapatkan upah yang layak dan sesuai dengan kebutuhan hidup yang meningkat. Ia mengajak semua pekerja untuk bersatu dalam memperjuangkan hak-hak mereka. “Kami akan terus berjuang untuk memastikan bahwa suara pekerja didengar dan hak-hak mereka dilindungi,” ujarnya.
Sebagai penutup, Anang menyatakan harapannya agar pemerintah dapat lebih responsif terhadap kebutuhan pekerja dan memperhatikan kondisi di lapangan. “Kami berharap agar pemerintah tidak hanya melihat angka-angka, tetapi juga memahami realitas yang dihadapi oleh pekerja sehari-hari. Kesejahteraan pekerja adalah investasi untuk masa depan yang lebih baik,” tutupnya.