Pelitasumatera.com, JAKARTA – Korupsi di lingkup pemerintahan ternyata paling banyak terjadi melalui pengadaan barang dan jasa. Data KPK menyebut ada 80% terkait pengadaan barang dan jasa ini.
Pimpinan KPK Alexander Marwata menyebut awalnya dari pengadaan barang dan jasa ini dimulai dari perencanaan proyek pesanan.
“Secara umum kan pengadaan barang dan jasa 80%, pengadaan barang dan jasa dimulai dari perencanaan adanya proyek-proyek yang pesan atau usulan, bukan dari usulan masyarakat tapi usulan pengusaha,” ungkap Alexander di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Kamis (28/2/2019).
“Jadi mengusulkan, ini loh jadi kalau ada kegiatan diusulkan anggarannya ke DPR. Jadi kalau disetujui anggarannya dia dapatkan dari teman-teman DPR,” lanjutnya seperti dikutip detik.com.
Sementara yang mengusulkan nanti, biasanya proyeknya akan disetujui dengan anggaran yang sudah direncanakan. Alexander menegaskan jika sejak awal terjadi perencanaan dan penganggaran yang tidak benar, tentu prosesnya nanti akan tidak benar dan terjadi mark up.
“Nanti kan yang kerja ya teman-teman yang mengusulkan itu, anggarannya itu. Ini kan nggak bener, ketika perencanaan dan penganggaran gak bener, yakinlah proses lelangnya pasti nggak benar. Kalau proses lelangnya nggak benar, yakinlah harganya juga pasti nggak benar, terjadi mark up dan lain-lain,” paparnya.
Jika proses lelangnya sudah tidak benar, Alexander mengatakan besar kemungkinan akan terjadi permintaan fee dari kepala daerah kepada pengusaha.
“Itu lah rentetannya seperti itu. Biasanya kalau kita lelang ya nggak bener, nanti pasti dari kepala daerahnya, dari PPK-nya pasti minta fee,” pungkasnya.