Pelitasumatera.com, PALEMBANG – Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang merevisi kebijakan pajak elektronik (e-tax) yang dikeluhkan berbagai pemilik usaha kuliner setempat dan sempat menimbulkan cekcok saat pemasangan alat monitor pajak.
Kepala Badan Pengelola Pajak Daerah (BPPD) Kota Palembang, Sulaiman Amin mengatakan kebijakan e-tax yang tertuang dalam Perda nomor 2 tahun 2018 dan Perwali nomor 84 tahun 2018 tersebut sudah direvisi sebelum adanya tuntutan paguyuban pengusaha kuliner.
“Revisi perda tentu banyak mekanismenya, harus dikaji dan diserahkan ke DPRD dulu, tidak bisa cepat seperti membalikkan telapak tangan,” ujar Sulaiman Amin.
Menurut dia revisi perda saat ini sedang diproses dengan kajian ulang oleh konsultan, ia meminta semua pihak bersabar menunggu hasil revisi dan tidak saling menghasut.
Restoran atau rumah makan yang dipasang alat e-tax, jels dia dipilih BPPD Kota Palembang secara ketat, meski peraturan menyebut omset Rp3 juta perbulan termasuk ditarik pajak 10 persen, namun hal itu tidak berlaku umum untuk UKM.
“Pemkot sudah memberi akses permodalan kepada UKM, maka tidak mungkin kami tarik pajak, kami juga lihat kondisinya jika memang omsetnya besar tentu ditarik pajak,” tambahnya.
Terkait tuntutan paguyuban pengusaha kuliner, ia menyebut hal itu akibat adanya mis-komunikasi yang menyebabkan rasa takut terhadap kemungkinan bangkrut.
“Kami sudah bertemu dengan Paguyuban Pecel Lele sekota Palembang, ternyata ketika sudah disosialisasikankan mereka jadi paham dan lega, dan paguyuban seharusnya memang membantu pemerintah,” jelas Sulaiman Amin.
Sementara revisi berjalan, pemasangan alat e-tax juga terus disebar, saat ini sudah terpasang 450 unit e-tax di restoran dan rumah makan di Kota Palembang, rencananya BPPD masih akan memasang sekitar 200 alat e-tax lagi. (hmy)