Pelitasumatera.com, JAKARTA – Panja RUU KUHP telah menyelesaikan draf dan segera membawanya ke rapat paripurna DPR untuk disahkan menjadi UU pekan depan. Salah satunya Pasal Zina, yang meluaskan definisi ‘zina’.
Dalam KUHP saat ini, zina didefinisikan persetubuhan bila salah satu atau dua-duanya terikat pernikahan. Namun, dalam RUU KUHP, zina diluaskan menjadi seluruh hubungan seks di luar pernikahan.
“Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda Kategori II,” demikian bunyi Pasal 417 ayat 1 RUU KUHP yang dikutip, Selasa (17/9/2019).
Nah, siapakah yang dimaksud ‘bukan suami atau istrinya’? Dalam penjelasan disebutkan:
1. Laki‑laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya;
2. Perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki‑laki yang bukan suaminya;
3. Laki‑laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan tersebut berada dalam ikatan perkawinan;
4. Perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki‑laki, padahal diketahui bahwa laki‑laki tersebut berada dalam ikatan perkawinan; atau
5. Laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan melakukan persetubuhan.
Untuk bisa memenjarakan pelaku ‘kumpul kebo’ di atas, harus ada syarat mutlak, yaitu atas aduan suami, istri, orang tua, atau anak. Yang dimaksud anak adalah anak kandung yang usianya telah 16 tahun.
“Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai,” demikian bunyi pasal 417 ayat 4 RUU KUHP. (detkcom)