Mantan Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Bantah Menerima Suap

Palembang – Terdakwa mantan Bupati Musi Banyuasin, Dodi Reza Alex membantah menerima aliran dana suap atas empat proyek infrastruktur pada Dinas PUPR kabupaten setempat.

“Saya tidak pernah menerima apapun dari Irfan (orang suruhan Eddi Umari), juga tidak pernah memerintahkan Badruzzaman (staf ahli bidang keuangan bupati). Saya juga tidak mendapat konfirmasi terkait persentase komitmen fee dalam pelelangan proyek dari Herman Mayori,” kata Dodi menjawab pertanyaan JPU KPK dalam persidangan yang dipimpin Hakim Yoserizal di Pengadilan Negeri Palembang.

Ia juga membantah uang yang disita penyidik KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Jakarta pada Oktober 2021 merupakan bagian dari aliran dana suap sebagaimana yang disangkakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.

Dodi diringkus ke Kantor KPK bersama Herman Mayori, Eddi Umari dan Suhandy yang terjaring OTT di Musi Banyuasin.

Dari operasi tangkap tangan tersebut KPK mengamankan uang senilai Rp1,5 miliar yang saat itu di bawa oleh seorang ajudan Dodi Reza bernama Mursyid dan dibungkus dalam tas warna merah. Dalam tas tersebut ditemukan selipan kertas bertuliskan kode yang dicurigai oleh JPU KPK itu dari para pengusaha.

Pada operasi tangkap tangan itu KPK juga mengamankan uang senilai Rp270 juta dan Rp150 juta dari para terdakwa lain.

JPU menyebut Dodi diduga menerima hadiah atau janji senilai Rp2,6 miliar sebagai bagian dari komitmen fee 10 persen dari kontraktor pemenang empat proyek infrastruktur Dinas PUPR Musi Banyuasin pada 2021 yaitu Suhandy melalui mantan Kepala Dinas PUPR Herman Mayori dan mantan Kepala Bidang SDA/ PPK PUPR Eddi Umari.

“Sepengetahuan saya Rp1,5 miliar itu uang milik ibu saya dari hasil penjualan perhiasan dan penarikan di bank, uang itu dititipkan ibu saya kepada mantan ajudan ayah saya bernama Hendra, kemudian di bawa oleh Musryid untuk membayar pengacara ayah saya (Alex Noerdin) di Jakarta,” katanya.

Sedangkan Rp270 juta itu adalah permintaan dari Herman Mayori terhadap Eddi Umari, dan Rp150 juta itu Dodi mengaku tidak tahu.

Sebelumnya dua terdakwa lain yang juga dihadirkan dalam persidangan tersebut memberikan kesaksian berlainan dengan Dodi Reza Alex, keduanya yakni Herman Mayori dan Eddy Umari.

Herman Mayori menyebutkan bahwa benar ada aliran sebesar 10 persen sebagai komitmen fee proyek dari Suhandy kepada Bupati Musi Banyuasin, pemberiannya ia lakukan melalui Badrruzaman alias Acan selaku staf ahli bidang keuangan, sekaligus disebutkan sebagai orang kepercayaan bupati.

Sementara, Eddi Umari mengatakan pemberian komitmen fee tersebut merupakan hal lumrah yang berlaku bagi setiap kontraktor untuk memenangkan proyek di Dinas PUPR Musi Banyuasin.

Jatah 10 persen itu, kata dia,  termasuk pada empat proyek pengerjaan infrastruktur di Dinas PUPR Musi Banyuasin yang dimenangkan oleh Suhandy selaku Direktur PT. Selaras Simpati Nusantara di tahun 2021 dengan kontrak pengerjaan sekitar senilai Rp19 miliar.

Secara rinci pembagian komitmen fee tersebut yakni sebesar 10 persen untuk bupati, 3-5 persen untuk Kepala Dinas PUPR, 2-3 persen untuk Kepala Bidang SDA/PPK Dinas PUPR, 3 persen untuk ULP, 1 persen untuk PPTK dan bagian administrasi lain termasuk bendahara.

“Ini sudah menjadi rahasia umum, format pembagian jatah fee itu diberikan dari ULP, Pokja, hingga ke bupati, tapi saya tidak tahu apakah bupati menerima berapa meski saya yang mengatur seluruh uang itu, namun saya menyerahkannya ke Herman Mayori selaku Kepala Dinas PUPR saat itu,” kata dia, bagian fee senilai Rp400 juta yang dia terima sudah dikembalikan ke penyidik KPK

Ia juga pernah memberikan uang sebanyak 50 lembar dolar Singapura atau setara dengan Rp1 miliar kepada terdakwa Herman Mayori.

Uang tersebut diberikan atas permintaan Herman Mayori yang memerlukan uang senilai Rp1 miliar dalam pecahan mata uang asing, uang itu di antaranya didapatkan dari Suhandy Rp600 juta dan Rp400 juta uang Herman Mayori yang masih disimpan oleh Eddy sejak tahun 2020.

Atas perbuatannya tersebut, Dodi Reza Alex, Herman Mayori, Eddi Umari disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto  Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Setelah mendengarkan keterangan para terdakwa tersebut Majelis Hakim menutup persidangan dan akan dilanjutkan pada Kamis (9/6). (ant)