KLHK Kolaborasi Pasang GPS Collar Ketiga pada Meisya di Sumsel

Jakarta – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatra Selatan (Sumsel) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), berkolaborasi memasang satu unit GPS Collar pada satu ekor Gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus) Betina yang dinamakan Meisya di Areal Kerja Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH), Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Bumi Andalas Permai, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan.

“Kegiatan itu bertujuan untuk memahami pola pergerakan gajah melalui pemanfaatan Teknologi Satelit Inmarsat dalam selang waktu guna mewujudkan prinsip koeksistensi antara aktivitas manusia dan kehidupan gajah liar di kantong habitat gajah Sugihan-Simpang Heran sebagai kantong populasi gajah sumatra terbesar di Provinsi Sumatra Selatan,” ujar Kepala Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA Sumatera Selatan, Sugito, dalam keterangan resmi yang diterima pada Senin (15/5/2023).

Kolaborasi antara BKSDA Sumatra Selatan dengan PT OKI Pulp dan Paper Mills (unit usaha APP Sinar Mas); PT Bumi Andalas Permai (BAP), mitra pemasok APP Sinar Mas; Perkumpulan Jejaring Hutan Satwa (PJHS); Dokter Hewan; Tim Teknis BBKSDA Riau, dan BKSDA Bengkulu ini menyasar pada gajah berjenis kelamin betina dalam kelompok gajah yang berjumlah 13 ekor.

Pemasangan GPS Collar dilakukan selama dua hari, yaitu pada 13 -14 Mei 2023 pada Gajah betina berusia sekitar 25 tahun dan memiliki berat 2.782 kilogram (kg) dan merupakan yang ketiga pada kelompok gajah di Sumatera Selatan.

“Sebelumnya, pada 13 Mei 2022 lalu pemasangan GPS Collar telah dilakukan pada dua kelompok gajah, yaitu kelompok Meilani, berjumlah 34 ekor dan kelompok Meissi, berjumlah 14 ekor,” jelas Sugito.

Kepala BKSDA Sumatera Selatan, Ujang Wisnu Barata, menjelaskan, kantong habitat Sugihan-Simpang Heran memiliki luas kurang lebih 632 ribu hektare (ha), dimana didalamnya telah disepakati delineasi Koridor Gajah Liar kurang lebih 232 ribu ha oleh para pihak pada 23 Juni 2022.

Koridor tersebut didelineasi atas dasar pertimbangan jejak kehadiran dan hasil monitoring berkala, yang menjadi lokus manajemen habitat dan populasi melalui berbagai kegiatan terintegrasi seperti pengkayaan pakan gajah, pembuatan artificial saltlick, pengaturan komoditi tanaman, pembuatan barrier fisik atau vegetasi serta monitoring populasi.

Keseluruhan areal koridor tersebut berada di kawasan Hutan Produksi pada wilayah konsesi APP Sinar Mas.

“Ini dilakukan agar lebih menjamin penyediaan ruang hidup dan habitat yang cukup dalam menopang kehidupan gajah liar sehingga interaksi negatif gajah liar di wilayah masyarakat dapat dikendalikan,” tutur Ujang.

Dia menyampaikan ucapan terima kasih kepada jajaran BBKSDA Riau dan BKSDA Bengkulu, PJHS, dan PT BAP atas dukungan personil dokter hewan, tim teknis, dan peralatan pelontar atau pendorong bius sehingga pemasangan GPS Collar itu dilakukan dapat terlaksana dengan baik.

“Sebagai tanda pengenal di lapangan, tim bersepakat memberi nama gajah betina yang dipasang GPS Collar tersebut dengan nama Meisya, untuk melengkapi Meilani dan Meissi yang telah terpasang sebelumnya pada bulan Mei 2022 lalu,” ungkap Ujang

Sementara itu, Head of Landscape Conservation APP Sinar Mas, Jasmine N.P. Doloksaribu, yang turut mengawal proses pemasangan GPS Collar di lapangan, menegaskan komitmen perusahaan mendukung KLHK dalam program human-elephant co-existence.

“Pemasangan GPS Collar ini diharapkan dapat membantu dalam memahami prinsip berbagi ruang hidup antara manusia dan gajah serta merumuskan strategi aksi konservasi yang efektif sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal PHL Nomor SE.7/PHL/PUPH/HPL.1/10/2022 dan Surat Edaran Direktur Jenderal KSDAE Nomor SE.7/KSDAE/KKH/KSA.2/10/2021. Ini sejalan dengan Sustainability Roadmap Vision (SRV) 2030 dan Kebijakan Forest Conservation Policy APP Sinar Mas,” kata Jasmine.

Terpisah, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Spesies dan Genetik, Indra Exploitasia, menyatakan, pemasangan GPS Collar ini merupakan bentuk asistensi melekat BKSDA Sumatera Selatan kepada mitra pemegang PBPH yang arealnya terdapat satwa liar dilindungi, dalam menjalankan kewajibannya.

Pemasangan alat pemantau satwa itu dinilai merupakan bagian dari manajemen konservasi insitu yang bertujuan untuk melakukan pemantauan dan monitoring pergerakan gajah sekaligus sebagai mitigasi interaksi negatif yang menyebabkan konflik satwa gajah dengan manusia.

“Diharapkan kegiatan ini menjadi wadah kolaborasi antar pihak dalam melakukan konservasi insitu satwa gajah di habitat alamnya sehingga tercipta harmoni hidup berdampingan manusia dan satwa gajah,” pungkas Indra.