Forum Demokrasi Sriwijaya dan Forum Jurnalis Parlemen Menggelar Diskusi

Palembang – Forum Demokrasi Sriwijaya (FDS) serta Forum Jurnalis Parlemen (FJP), menggelar diskusi publik dengan tema Kajian Kritis Posisi Jabatan PJ Kepala Daerah mengenai Perspektif Hukum dan Politik.

Bertempat di Roca Café, Senin (9/10), acara ini menghadirkan nara sumber yang mumpuni dibidangnya. Ketiga nara sumber Prof Dr Febrian. SH. MH merupakan pakar hukum., Dr MH. Thamrin.M.Si., merupakan pakar politik dan kebijakan public serta Amrah Muslimin.SE. M.Si., merupakan Ketua KPU Sumsel.

Diskusi yang dimulai pukul 15.00 Wib ini sendiri mendatangkan keynote speaker/Pengantar Diskusi, Bagindo Togar Sibutar Butar serta moderator Reza Pahlevi.

Diskusi yang melibatkan semua elemen baik insan media maupun lapisan mahasiswa ini semakin marak manakala yang dibahas merupakan perseptif hukum dan politik.

Mengingat saat ini politik di Indonesia semakin hari kian panas. Lantaran, 14 Februari 2024 mendatang, dilakukan pemilihan umum serentak untuk memiliki DPD, DPR RI, DPRD serta Presiden RI periode tahun 2024 – 2029., hingga pemilihan kepala daerah penghujung tahun 2024 mendatang

Apalagi, sejauh ini tercatat ada sebanyak 271 kepala daerah yang habis masa jabatan sejak 2022-2023,.digantikan Penjabat Daerah (PJ). Pembicara pertama ketua KPU Sumsel, Amrah Muslimin. SE. M.Si., mengatakan masih terbuka terbuka lebar bagi PJ untuk maju sebagai cakada.

“Tapi dari kacamata saya, kemungkinan di Sumsel tidak ada PJ yang akan maju dalam PIlkada mendatang,” jelasnya.

Amrah juga mengatakan setelah Pilkada 2024 mendatang, setiap daerah kedepan tidak ada lagi yang menjabat adalah PJ.

“Karena pilkada sudah dilaksanakan serentak. Sehingga memang tidak ada lagi ruang kosong untuk dihadapi dalam demokrasi mendatang,” ulasnya.

Ahli hukum tata negara Prof Dr Febrian. SH. MS., dalam kesempatan itu mengatakan sejauh ini belum ada ketentuan PJ tidak boleh maju pada Pilkada mendatang. Dia juga menguraikan, kalaupun ada ketentuan PJ boleh mundur, ini juga akan membuat repot pemerintah. “Kalau ada PJ yang mundur dan harus memilik PJ yang baru, pemerintah menjadi repot. Tetapi, menariknya juga ada PJ yang memegang Amanah berupa jabatan lebih dari 1 tahun. Jadi banyak perspektif hukum memang,” kata dia.

Demikian, Prof Dr Febrian SH. MS., melihat peluang yang ada bakal banyak kemungkinan. “Jadi kemungkinan itu ada. Apalagi, kalau dibuat aturan 1 tahun boleh mundur. Dan hak politik diatur oleh hukum juga harus dihormati. Kalaupun memang ada aturan PJ tidak boleh maju sejak kapan?,” tanyanya.

Sementara itu, Dr MH Thamrin, MM., berpendapat pada prinsipnya ditanya apakah kemungkinan penjabat mencalonkan diri. “Pada satu kesimpulan sangat mungkin. UU No.10 larangan hanya pada pejabat. Tapi tidak melarang orang untuk mundur dari pejabat. Yang jadi sorotan aspek kebijakan adalah aspek etik,” kata dia. Artinya menurut Thamrin, bahwasanya sependapat dengan Prof Febrian dan Amrah, bahwasanya tetap ada kemungkinan PJ maju PIlkada.