Pelitasumatera.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (DitjenPAS) menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk pencegahan korupsi di lingkungan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan di seluruh Indonesia.
Pembahasan ini tertulis dalam Rapat Kerja Teknis, Selasa (27/11/2018). Rakernis itu dilaksanakan di Graha Bhakti Pemasyarakatan, Lantai 6 Gedung Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.
Spesialis Penelitian dan Pengkajian Sistem KPK, Deni Rifky Purwana menjelaskan, bahwa Korupsi sistemik melalui kebijakan seringkali tidak terdeteksi karena bias yang dibuat secara gradual. Semakin tinggi hirarki kebijakan yang dirusak, dampaknya akan semakin besar di level operasional.
“Alokasi sumber daya menjadi komoditi korupsi ketika Nilai Ekonomi menjadi Excludability (satu pihak yang memperoleh akses eksklusif kepada suatu sumber daya dapat menghalangi akses pihak lain kepada sumber daya tersebut). Akibatnya, persaingan yang terjadi sangat keras dan cenderung mengarah pada praktik persaingan tidak sehat,” katanya.
Para pelaku biasanya akan berusaha dengan segala cara untuk mendapatkan akses melalui kebijakan. Diantaranya dengan mempengaruhi policy maker secara legal maupun illegal. “Karena itu, review sistem/kebijakan perlu dilakukan secara berkala dan berlanjut,” ujar Deni.
Modus paling umum dalam korupsi kebijakan adalah Kolusi. Kolusi merupakan ciri umum korupsi di Indonesia, sehingga mekanisme pengendalian internal organisasi atau manajemen menjadi tidak efektif. Audit trail tidak akan dapat mendeteksi korupsi kebijakan.
Lalu bagaimana mendeteksi adanya korupsi dalam sistem atau kebijakan?. “Setiap kebijakan publik di Indonesia wajib mematuhi prinsip-prinsip pengelolaan negara yang baik sebagaimana dimaksud dalam UU nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme.
Asas-asas umum penyelenggaraan negara meliputi asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, dan asas akuntabilitas.
“Jadi untuk mencegah adanya korupsi adalah dengan melakukan penilaian atas suatu kebijakan atau sistem kebijakan dengan instrumen standar (corruption impact assessment) serta melakukan profiling potensi kolusi,” katanya.
Upaya Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dalam intervensi kebijakan akan semakin efektif pada level yang lebih strategis yaitu dengan mencegah adanya tindakan koruptif yang dilakukan oleh aparatur pemasyarakatan untuk bekerja keras kerja cerdas kerja ikhlas.