JAKARTA–Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan, karyawan yang selama ini pajaknya ditanggung perusahaan juga akan mendapatkan tambahan penghasilan dari pemotongan pajak.
“Likuiditas yang didapat perusahaan akibat tak menyetor pajak karyawan ke pemerintah, wajib dikembalikan lagi kepada karyawan. Itu memang fasilitas untuk meningkatkan daya beli karyawan, bukan fasilitas untuk perusahaannya,” kata Hestu dilansir dari kumparan, Sabtu (2/5).
Ia pun memastikan, pengeluaran perusahaan akan tetap sama dengan sebelum adanya aturan tersebut. Sebab pajak gaji karyawan yang selama ini disetor ke negara, kini bisa ‘dialihkan’ ke karyawan.
“Pengeluaran perusahaan tetap sama besarnya = gaji bersih yang dibayarkan ke karyawan + PPh Pasal 21 yang disetor ke negara. PPh Pasal 21 ini, apakah dipotong dari gaji karyawan atau ditanggung perusahaan, sekarang tidak disetor ke negara tetapi diberikan kepada karyawan,” jelasnya.
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 44 Tahun 2020 tentang tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi COVID-19. Beleid ini berlaku mulai 27 April 2020.
Salah satu aturan dalam beleid tersebut yakni Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atau pajak gaji karyawan yang sepenuhnya ditanggung pemerintah.
Syaratnya, penghasilan karyawan tersebut maksimal Rp 200 juta setahun atau sekitar Rp 16,5 juta per bulan. Artinya, karyawan yang berhak menerima insentif adalah yang gajinya Rp 16,5 juta ke bawah per bulan. Keringanan itu juga berlaku bagi karyawan yang selama ini pajaknya ditanggung oleh perusahaan atau menerima gaji bersih.